Membentuk Perilaku Asertif Untuk Menghentikan Bullying
Bullying adalah suatu tindakan
atau perilaku yang dilakukan dengan cara menyakiti dalam bentuk fisik, verbal
atau emosional atau psikologis oleh seseorang atau kelompok yang merasa lebih
kuat kepada korban yang lebih lemah fisik ataupun mental secara berulang-ulang
tanpa ada perlawanan dengan tujuan membuat korban menderita. Perundungan atau bullying kerap terjadi dimana saja, baik
itu di sekolah, masyarakat, rumah dan berbagai tempat lain. Bullying bisa terjadi kepada siapa saja,
namun baru-baru ini bullying kerap
kali terjadi di sekolah, Indonesia sendiri saat ini menduduki peringkat kelima
sebagai negara tertinggi dengan kasus perundungan tertinggi pada siswa. Data
ini dipaparkan oleh Programme for
International Students Assessment (PISA) 2018 yang menunjukkan murid yang
mengaku pernah mengalami perundungan (bullying).
Bentuk
bullying ada berbagai macam, mulai
dari fisik, intimidasi atau pengucilan, dihina, diancam, bahkan verbal bullying melalui media sosial. Sejumlah
41% siswa pernah mengalami perilaku bullying
di sekolah. Angka yang cukup fantastis diduduki Indonesia dari jajaran
seluruh dunia. Lalu mengapa orang-orang melakukan bullying?
Berdasarkan
data mengenai alasan seseorang melakukan perilaku bullying diatas, ada satu perilaku yang sebenarnya baik apabila diajarkan
pada setiap manusia, terutama anak, karena mengingat siswa adalah salah satu
aset berharga bangsa yang harus dijaga, maka peran seluruh elemen masyarakat
sangatlah penting untuk membantu pertumbuhannya, termasuk peran orang tua yang
tidak akan pernah bisa luput akan hal ini.
Perilaku
yang harus diajarkan yaitu perilaku asertif. Kemudian, apa itu definisi
perilaku asertif? Menurut Alberti dan Emmons (dalam Rosita, 2010) perilaku
asertif adalah perilaku yang membuat seseorang dapat bertindak demi kebaikan
dirinya, mempertahankan haknya tanpa cemas, mengekspresikan perasaan secara
nyaman, dan menjalankan haknya tanpa melanggar orang lain. Singkatnya, perilaku
asertif adalah perilaku yang mengajarkan kita untuk mampu mengekspresikan
pemikiran maupun perasaan kita secara nyaman tanpa melanggar hak maupun norma
yang berlaku. Perilaku asertif sangat baik untuk dimiliki oleh semua anak,
sehingga ia bisa memilah-milah ucapan maupun perbuatan dengan baik dan bijak.
Lalu
bagaimana cara menguji apakah kita sudah memiliki perilaku assertif atau belum?
Mari kita amati form dibawah ini untuk mengidentifikasi perilaku asertif pada
anak maupun diri kita sendiri.
Nah,
jika form tersebut sudah diisi, mari kita amati, jika jawaban “YA” > 10 maka Anda memiliki perilaku
assertif, jika jawaban “YA” < 10
maka kita belum sepenuhnya memiliki perilaku asertif dalam diri kita sendiri.
Jika
setiap manusia baik orang tua maupun anak memiliki perilaku asertif yang sudah
melekat dalam dirinya sendiri, maka hal ini dapat meminimalisir perilaku bullying
pada anak, karena setiap manusia mampu mengekspresikan emosi dan perasaannya
dengan bebas dan jauh dari rasa cemas. Namun, ada yang perlu kita garis bawahi,
asertif BUKAN egois. Asertif
memiliki kebebasan ekspresi dan pendapat, namun tanpa melanggar hak orang lain
dan tanpa melanggar norma yang berlaku. Tentu untuk memiliki perilaku ini perlu
adanya bimbingan dan latihan sejak dini, lalu bagaimana cara menanamkan
perilaku asertif pada anak?
Biasakan Jujur dan Terbuka
Jujur
adalah pondasi dari perilaku asertif, karena mengekspresikan perasaan, emosi,
pendapat maupun pemikiran harus sesuai dengan apa yang ada, berperilaku tidak
jujur hanya akan menjadi boomerang bagi
diri kita sendiri. Cepat atau lambat, berperilaku tidak jujur adalah awal dari
kebohongan yang lain. Begitupun dengan terbuka, anak-anak yang memiliki sifat
terbuka akan merasa ringan untuk mengemukakan keadaan yang ada, sebab ia akan
belajar menghargai dirinya untuk mengemukakan apa yang ia rasakan tanpa merasa
bersalah dan cemas.
Hal
ini berlaku bagi kita ketika ingin membentuk perilaku asertif, jujur dan
terbuka akan apa yang dipikirkan, jujur akan perasaan yang dirasakan ketika
marah, frustasi, kecewa, sedih dan lain sebagainya akan menjadi tolak ukur awal
komunikasi yang baik, dan pengambilan langkah yang bijak untuk langkah
selanjutnya, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Belajar Mengelola Emosi
Bentuk
emosi ada berbagai macam, mulai dari perasaan sedih, takut, marah, gembira,
malu, benci, cinta, menangis dan masih banyak lagi. Emosi yang kita miliki ini
harus dikelola dengan baik demi kesehatan mental kita. Bahkan, dalam keadaan
berduka sekalipun, ia memiliki tujuh tahapan untuk sampai pada rasa penerimaan(acceptance). Hal ini juga berlaku ketika
anak sedih dan menangis, beri dia waktu untuk menerima apa yang membuatnya
sedih dan menangis, jika kita ingin memberi bantuan, berilah dia pelukan dan
dukungan melalui perkataan yang lembut seperti “Iya tidak apa-apa menangis dulu”,
dan berbagai macam ucapan sejenisnya tanpa menyudutkan dirinya. Setelah ia
tenang, biarkan dia bercerita apa yang membuatnya sedih dan menangis, sesekali sentuh
pundaknya perlahan, jika ia sudah cukup reda, barulah kita memberikan masukan
dan penjelasan bagi dia, tetap gunakanlah bahasa yang lembut agar ia tetap
merasa “ditemani” tanpa diintimidasi.
Belajar Berkomunikasi yang Berkualitas
Jika
Anda pernah mendengar kalimat “communicatin
is the key”, maka kalimat itu adalah benar adanya. Berapa banyak acara yang
tidak berjalan dengan baik karena miss komunikasi?
Berapa banyak hubungan yang rusak karena rendahnya kualitas komunikasi? Bahkan Dilan
dan Milea sebagai pasangan yang digandrungi oleh muda-mudi saat ini nyatanya
hubungannya hancur karena komunikasi yang buruk.
Perilaku
asertif memiliki ketergantungan penuh pada cara berkomunikasi, baik secara
personal maupun secara kelompok. Maka dari itu, alangkah lebih baik kita
biasakan menerapkan komunikasi yang berkualitas dalam lingkungan keluarga,
sekolah, rumah, dan lain sebagainya. Biasakan berkomunikasi dengan efektif dan
berkualitas, sesekali apabila Anda orang tua yang memiliki anak, luangkan waktu
Anda untuk berkomunikasi dari “hati ke hati” sebagai sahabatnya, terkadang itu
bisa membuat anak nyaman dan tidak sungkan berbagi cerita dengan Anda. Tentu,
hal ini tidak mudah, tapi bukan tidak mungkin bagi kita. Dengan memiliki
kualitas komunikasi yang baik, tentu dapat membantu membentuk perilaku asertif
dalam diri kita sendiri sehingga dapat meredam bullying yang sering dialami oleh siswa di sekolah.
Semoga
kita semua mampu memiliki perilaku asertif dalam diri kita sendiri, dimulai
dalam lingkungan keluarga dan rumah ya teman-teman. Sebagai rakyat tentu kita
harusnya malu berada posisi lima besar sebagai negara dengan tingkat bullying tertinggi di dunia. Mari kita
saling bahu membahu memutus bullying yang
acapkali terjadi. Sekian artikel dari saya, semoga bermanfaat dan sampai jumpa
pada artikel berikutnya.
Aku tahu bahwa matahari adalah penyebab turunnya hujan. Aku tahu air adalah penyebab terkikisnya batuan. Tapi aku tidak tahu bagaimana cara membaca pikiran, jadi kapan yang ada di kepalamu diutarakan?
Belum ada Komentar untuk "Membentuk Perilaku Asertif Untuk Menghentikan Bullying"
Posting Komentar